Pas Pelabuhan, Terjebak atau Melukai Hati Masyarakat

Tanjungpinang

 

 

Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang. Suluhkepri

Oleh : Beni, SH
Praktisi Hukum di Tanjungpinang, Provinsi Kepri (Bukan Celeg 2024)

BEREDARNYA Berita Acara Rapat antara PT. Pelindo dan beberapa oknum anggota Komisi III DPRD Tanjungpinang yang berencana menaikkan tarif pass masuk Pelabuhan Seri Bintan Pura (SBP), menimbulkan berbagai persepsi di kalangan masyarakat.

Ada masyarakat yang mempersepsikan itu adalah “jebakan batman” yang dibuat oleh PT. Pelindo kepada Oknum Anggota DPRD Komisi III Kota Tanjungpinang yang hadir. Agar menandatangani berita acara.

Ada pula yang mempersepsikan Oknum Anggota DPRD ini hanya menandatangani berita acara tanpa kesepakatan.

Sebagian mempersepsikan Oknum Anggota DPRD ini mendapatkan “fasilitas”.

Ada pula mempersepsikan bahwa tandatangan yang dibubuhkan hanya sebagai sebuah bukti kehadiran atau absen.

Ya! itu semua hanya persepsi, sangat wajar jika terjadinya sensasi berupa informasi yang diterima otak pasti akan muncul yang namanya persepsi.

Tanggapan yang muncul itu akan berbeda-beda antara satu manusia dengan lainnya. Tergantung dari berbagai aspek, mulai dari tingkat pendidikan, sosial, ekonomi dan banyak lagi.

Agar masyarakat tidak timbul persepsi yang negatif seyogyanya oknum anggota DPRD Komisi III yang menandatangani berita acara tersebut harusnya dapat menjelaskan secara gamblang dan jujur.

Harapannya permasalahan ini menjadi jelas dan terang.
Sehingga masyarakat dapat menilai ini secara baik.

Jika dalam sebuah berita online menyampaikan alasannya menandatangani berita acara tersebut tidak satu suara tentunya akan menambah dugaan-dugaan hasil dari persepsi yang timbul di pikiran masing – masing masyarakat.

Sebenarnya jika kita tinjau dari sisi hukum tentunya akan lebih saklak dan tegas.

Disana akan terlihat apakah alasan- alasan yang disampaikan oleh para oknum Anggota DPRD tersebut sesuai dengan fakta atau tidak.

Semua instansi dalam menjalankan tugas pastinya akan ada bukti-bukti yang harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Kita ambil contoh pada masalah Berita Acara ini, pasti dapat kita menilai apakah oknum anggota DPRD tersebut, “dibodohi atau membodohi”.

Pertama, kita harus ketahui dulu kunjungan ke Makasar itu atas inisiasi dari siapa, apakah dari PT. Pelindo atau dari anggota DPRD?

Jika dari PT. Pelindo pastinya ada undangan rapat tentang kenaikan tarif masuk Pelabuhan SBP di Makasar.

Jika tidak ada undangan, semestinya itu atas inisiasi dari anggota DPRD Komisi III Tanjungpinang.

Sehingga Ketika Surat Perintah Tugas (SPT) yang dikeluarkan oleh Pimpinan DPRD akan berbeda tugasnya.

Bila ada undangan tentunya “Untuk menghadiri undangan Rapat” namun jika tidak ada undangan, “Untuk study banding”.

Kedua, jika menghadiri rapat tentunya ada materi rapat, jika kita tinjau dari Berita Acara Rapat yang beredar yang dibahas adalah kenaikan Tarif masuk Pelabuhan SBP yang letaknya di Kota Tanjungpinang.

Aneh bukan jika rapat membahas objek yang ada di Tanjungpinang tapi oknum tersebut harus jauh-jauh ke Makasar di kampung orang.

Dalam ilmu negosiasi atau mediasi tentunya kita akan memilih di wilayah kita sendiri agar kita memiliki daya tawar menawar yang kuat.

Jika hanya untuk study banding, harusnya yang ada di berita acara rapat adalah menjelaskan perbandingan antara pelabuhan yang ada di Makasar dengan Pelabuhan SBP di Tanjungpinang. Bukan hanya serta merta tentang Pelabuhan SBP Kota Tanjungpinang.

Minimal apa yang menjadi keunggulan dan kelemahan dari Pelabuhan Makasar dibandingkan dengan Pelabuhan SBP.

Parah bila dalam berita acara rapat hanya membahas tentang tarif Pelabuhan SBP di Kota Tanjungpinang yang tercinta ini.

Ketiga, jika kita tinjau dari isi berita acara, memang ada disampaikan adanya study banding Terminal Penumpang Angin Mamiri Makasar, tetapi dalam kesimpulan yang disampaikan adalah Pengembangan dan peningkatan Pelabuhan SBP dengan menyesuaikan tarif masuk pass Pelabuhan.

Dengan usulan dari PT. Pelindo yaitu: Pas Penumpang terminal domestik Rp20.000. Pas penumpang Terminal Internasional untuk WNI Rp 100.000 untuk WNA Rp 100.000.

Lalu usulan pengembangan dan peningkatan Pelabuhan SBP didukung oleh Oknum Anggota DPRD Komisi III dengan tarif yang tidak membebani masyarakat dengan penerapan nilai bertahap yaitu :
– Pas Penumpang terminal domestik Rp 15.000
– Pas penumpang Terminal Internasional untuk WNI Rp 75.000
– Pas penumpang Terminal Internasional WNA Rp 100.000.

Jika kita Analisa dari sini, ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan saya, sebagian masyarakat, antara lain :

1. Apakah PT. Pelindo sudah memiliki kepastian dan poin-poin pengembangan dan peningkatan Pelabuhan SBP jika dinaikkan tarifnya menjadi seperti apa yang disetujui oleh Oknum Anggota DPRD Komisi III Tanjungpinang?

Jika ada, siapa yang bertanggungjawab jika hal tersebut tidak terealisasi? Apakah PT. Pelindo atau Oknum Anggota DPRD? Tentu lagi-lagi masyarakat yang menjadi korban?

2. Apakah Oknum Anggota DPRD Komisi III hanya menggunakan perasaan mereka bahwa nilai tersebut dirasa tidak membebani masyarakat? Sudah seharusnya terdapat kajian akademiknya yang menilai dari berbagai aspek atau paling tidak ada sudah melalui Forum Group Discussion (FGD) yang dituangkan dalam pokok-pokok pikiran masyarakat itu sendiri.

3. Apakah oknum Anggota DPRD Komisi III Tanjungpinang telah menghitung kenaikan tarif penumpang domestik dan penumpang internasional khususnya WNI itu naik harganya sampai 50 persen dan menurut mereka di zaman orang sedang mulai bergerak setelah pandemi Covid-19, itu tidak membebani masyarakat.

4. Untuk WNA ini tidak ada yang membantu mereka berbicara, wajarlah berapa pun tarif dikenakan kalau mau masuk ke suatu tempat ya ikut saja aturan kita.

Apakah pemikiran seperti ini masih berlaku dikalangan pemangku kebijakan?

Bapak/Ibu anggota DPRD khususnya Oknum DPRD Komisi III pastinya ada yang menjadi anggota di Badan Anggaran DPRD, pernahkan kalian membaca berapa anggaran yang dikucurkan pemerintah daerah untuk menarik wisatawan ke Kota Tanjungpinang melalui Dinas Pariwisata?

Jika kalian pernah membaca seharusnya sudah bisa dipertimbangkan jangan karena naik pass pelabuhan orang keberatan ke Tanjungpinang.

LEBAI !
Pasti ada dipikiran kalian tapi ingat jangan kalian berpikir terlalu simple karena ada tipe-tipe orang yang menghitung uang kecil terutama mereka tidak menikmati secara langsung barangnya. Namun untuk belanja yang mereka terima barangnya mereka akan royal.

Jangan karena Rp 25.000 atau Rp 50.000, apa yang dilakukan tuan-puan DPRD, pemerintah Kota Tanjungpinang mengucurkan uang APBD untuk menggaet para wisatawan menjadi sia sia.

Lagi, jika mereka berbelanja sebesar Rp 5.000.000 saja di Kota Tanjungpinang sudah berapa pengusaha kecil yang menerima efek dari perputaran uang tersebut.

Jika dianggap tandatangan yang dibubuhkan pada berita acara hanya tandatangan absen, tandatangan berita cara yang tidak penting, atau dianggap hanya tandatangan untuk sebuah formalitas perjalanan dinas saja, menurut saya itu sangat naif.

Tuan-Puan itu melaksanakan kegiatan atas nama lembaga yang semua keputusan yang diambil akan berdampak pada masyarakat yang kalian wakili.

Jadi pelajari, cermati dan pahami segala dampak yang akan muncul sebelum menandatangani hal tersebut.

Meskipun berita acara rapat tersebut bukan MoU atau kesepakatan karena masih banyak proses tahapan yang harus dilalui namun, kalian telah mencederai hati masyarakat yang telah memilih anda untuk mewakilinya di DPRD Kota Tanjungpinang.

Dalam menjalankan tugas sebagai Anggota DPRD, kami sadari bukanlah hal yang mudah.

Namun kalian juga diberikan hak untuk berkonsultasi dan mendapatkan staff ahli, semua hak yang melekat dapat digunakan untuk memperkaya informasi dan pengetahuan Anda.

Harapan saya sebagai masyarakat yang tidak memiliki kepentingan politik di 2024, agar Tuan Puan Anggota DPRD menyadari betapa hebatnya dan pentingnya anda ketika duduk sebagai anggota DPRD sehingga Nasib kami berada di tangan anda.

Sehingga harus lebih teliti, cermat dan hati-hati dalam membuat sebuah kebijakan agar tidak ada masyarakat yang merasa di cederai atas ketidaktahuan atau kelalaian Anda.

Jadilah anggota DPRD yang gentleman’s, mengakui kesalahan atau kelalaiannya lebih baik daripada menghindar seperti bajaj di jalanan Jakarta.

Belum ada kata terlambat, lebih baik berjiwa besar mengakui kesalahan agar dimaafkan daripada menjadi catatan di dalam hidup Anda.

Menyadari dan memperbaiki kesalahan adalah hal yang mulia, daripada dilaporkan melalui Badan Kehormatan DPRD akan lebih memperburuk citra di masa-masa tahapan Pemilu tahun 2024 ini.

KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini