Rahma Tegaskan Tolak Korupsi dan Dinasti: Komitmen atau Hanya Basa-basi?

Tanjungpinang21 Dilihat
Rahma-Rizha Hafis dalam debat publik pilwako Tanjungpinang yang digelar KPUD, di Hotel CK Tanjungpinang, Sabtu (19/10/2024). SK

TANJUNGPINANG – KPUD Tanjungpinang menggelar Debat Publik Pilwako Tanjungpinang di Hotel CK Tanjungpinang pada Sabtu, 19 Oktober 2024. Debat perdana ini mengusung tema: “Mewujudkan Kota Tanjungpinang yang Sejahtera, Berbudaya, Sehat dan Berbasis Ekonomi Biru sebagai Smart City yang Berkelanjutan”.

Dalam closing statement-nya, Rahma berupaya menegaskan dirinya sebagai sosok yang tegas menolak praktik korupsi dan dinasti politik.

“Kami siap mendedikasikan diri karena amanah ini sementara saja. Kami berdua berkomitmen no (tidak) dinasti dan kami berjuang untuk tidak mengambil yang bukan hak kami dalam bentuk korupsi,” tegas Rahma.

Dihadapan seluruh masyarakat Tanjungpinang, Rahma menyebutkan jika ia diberi amanah akan berjuang untuk kemajuan Tanjungpinang.

Rahma pun kembali menegaskan dirinya tidak membangun dinasti politik. “Saya nyatakan saya tidak dinasti. Insyaallah, bila saya terpilih maka saya serahkan estafetnya kepada orang lain,” katanya.

“Saya tidak punya keluarga yang namanya jabatan politis. Insyaallah bapak ibu berkesempatan menjadi pemimpin berikutnya, Rahma no dinasti,” ia lagi-lagi menegaskan.

Tak heran, pernyataan Rahma yang menyinggung soal korupsi dan dinasti politik justru mengundang tanya. Ini justru mengingatkan kembali ingatan publik terhadap berbagai peristiwa penting, selama ia menjabat Wali Kota Tanjungpinang: apakah sudah menunjukkan sikap tegas sebagai anti korupsi dan dinasti politik?

Dari catatan, Rahma semasa menjabat Wali Kota Tanjungpinang, sisa masa jabatan 2018-2023, pernah dilaporkan ke kejaksaan terkait dugaan korupsi dalam kasus TPP ASN (tambahan penghasilan pegawai aparatur sipil negara).

Dalam laporan itu, Rahma menerima uang negara Rp 2,7 miliar yang bukan haknya, karena walikota bukan lah pegawai pemerintah, tapi merupakan pejabat negara. Soal ini, DPRD menggulirkan hak interpelasi dan angket, bahkan Mendagri RI dan Gubernur Kepri, hingga turun tangan karena sudah menjadi pergunjingan publik.

Uang yang bersumber dari APBD Tanjungpinang, ia kumpulkan dari kurun waktu tahun 2020 hingga 2021, atau sejak Rahma menjabat sebagai Pelaksana Tugas Wali Kota hingga menjadi Wali Kota definitif Tanjungpinang. Tiap bulan Rahma menerima transfer Rp 102 juta selama tahun 2020, dan 98 juta pada tahun 2021.

Rahma harusnya menolak uang tersebut, karena TPP ASN diperuntukkan bagi ASN, dan Rahma sendiri bukan ASN, sehingga tak ada dasar ia menerima uang tersebut karena bertentangan dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Namun sebelum diperiksa penyidik, Rahma buru-buru mengembalikan uang dugaan korupsi tersebut, yang menjadi alasan kejaksaan untuk tidak mempidanakan Rahma.

Terkait penolakan dinasti politik, ketika Rahma menjabat Wali Kota defenitif Tanjungpinang, menggantikan almarhum Syahrul, ia juga mengangkat suaminya sendiri, Agung Wira Dharma, sebagai Ketua TP PKK Tanjungpinang, yang dilantik pada tahun 2021.

Pada Pileg 2024, Agung juga menjadi caleg DPRD Kepri melalui Partai Nasdem, dari Dapil Tanjungpinang. Rahma yang saat itu menjabat Wali Kota Tanjungpinang, juga ikut mendampingi suaminya itu, dalan pendaftaran caleg di KPUD Kepri, pada 11 Mei 2023.

Status Agung masih menjabat Ketua TP PKK Tanjungpinang, saat mendaftar caleg. Hanya saja, nasibnya kurang beruntung, ia tidak terpilih karena suaranya tidak mencukupi.

Berbeda dengan kembaran Rahma, yakni Hj. Rohani yang sebelumnya menjabat Anggota DPRD Karimun, bernasib baik yang terpilih menjadi Anggota DPRD Kepri dari Dapil Karimun

Selain itu, Rahma tercatat sebagai kader Nasdem, dimana Ketua Nasdem Kepri, Muhammad Rudi yang saat ini mencalonkan sebagai Cagub Kepri, juga punya keluarga dalam jabatan politik. Hj. Marlin Agustina, istri Muhammad Rudi, menjabat Wakil Gubernur Kepri, periode 2020-2024, dan anaknya Randi Zulmariadi sebagai Anggota DPRD RI, periode 2024-2029.

Jika Rahma menolak dinasti politik, harusnya berani keluar dari Nasdem, dan secara tegas menolak saat diusung Partai Nasdem dalam pencalonan sebagai Wali Kota Tanjungoinang, karena pimpinannya juga membangun dinasti politik.

Maka, sebaiknya sebuah komitmen dibuktikan dari sikap diri sendiri, jangan cuma basa-basi semata, yang mengelabui dengan kata-kata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *