Sengatan “Si Besi Tua” Setelah 10 Tahun Terpanggang Terik Matahari

Tanjungpinang

 

Plat besi baja yang tengah diributkan
Plat besi baja yang tengah diributkan

Plat besi baja menjadi berita panas di Tanjungpinang, Ibu Kota Provinsi Kepri itu, setelah dikabarkan raib dari areal Jembatan 1 Dompak.

Bermula dari pernyataan mengejutkan dari Rodi Yantari saat hearing di DPRD Kepri, Selasa (14/8). Dihadapan Komisi I, mantan pejabat PPTK Pembangunan Jembatan 1 Dompak itu mengungkapkan kabar hilangnya aset daerah Provinsi Kepri, berupa plat besi baja.

Jumlahnya lumayan banyak, ia mencatat plat baja yang hilang berkisar 106 keping dari total 177 keping, karena yang sempat terpakai hanya 11 keping. Ia pun menghitung kerugian negara sebesar Rp 4,49 M, nilai yang fantastis sekali. “Siapa pencurinya?” tanya anggota komisi itu.

Meski tak langsung menyebut pelakunya, namun dari cerita Rodi tertuju ke empat nama yaitu Andi Cori, Iip, Anta dan Syaiful. Keempat orang ini menurut Rodi pernah kepergok saat mengangkut plat besi baja.

Rodi mengaku sempat menghentikan kegiatan mereka dengan dalih barang material tersebut sudah tercatat sebagai aset daerah. Belakangan diketahui, menurut versi Andi Cori cs, usaha Rodi kandas karena tak bisa menunjukkan surat yang menyatakan plat besi baja itu adalah aset daerah.

Kesaksian Rodi yang mengejutkan itu ternyata cukup dahsyat menghipnotis khayalak ramai, setelah cerita Rodi ramai diberitakan media. Andi cs pun harus menanggung segala akibat dari pernyataan Rodi, meski berusaha membela diri namun stigma negatif sudah sempat terbangun di publik, bahwa: si pencuri aset daerah adalah Andi Cori cs.

Saat hearing dengan Komisi 1 DPRD Kepri soal raibnya plat besi baja
Saat hearing dengan Komisi 1 DPRD Kepri soal raibnya plat besi baja

Plat besi baja punya cerita panjang, peninggalan PT. Nindya Karya (NK), perusahaan pemenang tender pembangunan Jembatan 1 Dompak tahap pertama, yang diikat kontrak Desember 2007. Pembangunan jembatan penghubung kota Tanjungpinang – pusat perkantoran Pemprov Kepri itu, terpaksa ditender ulang karena perusahaa BUMN ini berujung pemutusan kontrak kerja oleh Pemprov Kepri yang dalam hal ini Dinas PUPR selaku pengguna anggaran.

Audit BPKP Perwakilan Riau disebut menjadi acuan mendepak perusahaan pelat merah itu. Pengerjaanya kemudian dilanjutkan PT. Widya Karya yang juga sama-sama perusahaan BUMN, namun dikerjakan hingga selesai.

Sebab hasil audit BPKP menemukan keterlambatan pekerjaan di Jembatan Pulau Bintan – Pulau Dompak atau lazim disebut Jembatan 1 Dompak. Menurut BPKP penghentian pelaksanaan pekerjaan oleh PT. NK tanpa alasan yang jelas.

Dalam auditnya, persentase kerja PT. NK baru mencapai 66,51 persen atau 33,39 persen lebih rendah dari target kontrak kerja. Duit yang digelontorkan mencapai Rp 143,815 M (58,99 persen) dari nilai kontrak kerja.

BPKP lalu merekomendasikan agar pengguna anggaran yaitu Dinas PUPR Kepri (ketika itu bernama Dinas PU) membebankan denda kepada PT. NK atas keterlambatan itu. Terkait pemutusan kontrak, BPKP menyarankan agar dilakukan kajian hukum.

PT. NK tidak terima hasil rekom tersebut dengan alasan keterlambatan pekerjaan disebabkan kelalaian dari pihak pengguna anggaran (PUPR) yang tidak membayar termin pekerjaan. NK akhirnya menempuh jalur hukum dengan menggugat Pemprov Kepri dalam hal ini PUPR.

PN Tanjungpinang memenangkan NK dan menghukum PUPR membayar ganti rugi sebesar Rp 42 M kepada PT. NK. Putusan ini sempat dilawan dengan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Riau. Ironisnya, setelah daftar perkara pihak PUPR malah ciut nyali dan mengajak NK berdamai.

PUPR bersedia membayar ganti kerugian NK sebagaimana putusan PN Tanjungpinang, namun minta belas kasih yaitu pengurangan nilai ganti rugi. Akhirnya disepakati pembayaran sebesar Rp 35 M yang bersumber dari APBD Kepri yang nota bene uang rakyat.

NK pun hengkang dari Jembatan 1 Dompak setelah memboyong “karung” duit dari brankas Provinsi Kepri. Karena untung berlipat, sisa barang material ditinggal termasuk plat besi baja yang kini diributkan hingga mampir di meja polisi.

Nah, pembayaran dari hasil kompromi inilah yang menjadi acuan bagi Rodi untuk menyatakan plat besi baja yang sudah uzur dan layak disebut besi tua itu sebagai aset daerah Provinsi Kepri. Kontrak kerja dengan NK dan putusan PN Tanjungpinang juga dianggap sebagai bukti yang menguatkan asumsinya.

Jembatan 1 Dompak
Jembatan 1 Dompak

Sementara pihak Dinas BKKAD Kepri yang juga ikut Hearing justru tidak mengakui plat besi baja sebagai aset daerah karena memang belum pernah dicatatkan dalam buku aset daerah. Bahkan sempat terjadi ketegangan karena BKKAD kukuh tidak mengakui plat baja sebagai aset.

Tampaknya pernyataan pihak BKKAD adalah sebuah kebenaran, sebab ketika membawa kasus raibnya plat besi baja ke polisi, Rodi mempertontonkan ketidak-yakinannya bahwa barang material peninggalan PT. NK itu sebagai aset daerah. Faktanya, Rodi hanya membuat laporan kehilangan kepada Polda Kepri, bukan kasus pencurian sebagaimana keterangannya di ruang hearing bersama Komisi 1 DPRD Kepri.

Sepertinya “Si Besi Tua” menyisakan banyak misteri yang perlu diungkap agar terang benderang di mata publik karena ada cerita kelam terkait penggunaan uang rakyat bernilai jumbo yang wajib dipertanggungjawabkan. (tr)

KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini