Pak Gubenur! Dengar Suara Rakyat, Hentikan Lelang Kawasan Gurindam 12

Opini9 Dilihat

KEBIJAKAN GUBERNUR KEPRI ANSAR AHMAD untuk melelang pengelolaan kawasan Gurindam 12 ke tangan swasta tak henti menuai protes keras. Rakyat menilai kebijakan itu bukan saja tidak berpihak kepada mereka, tetapi juga sarat dengan kepentingan kelompok tertentu yang mengabaikan aspirasi publik.

Suara penolakan yang lahir dari berbagai komunitas masyarakat bukan sekadar emosional. Mereka berbicara dengan dasar yang konkret: jika Gurindam 12 diserahkan kepada pengusaha bermodal besar, maka UMKM dan pedagang kecil akan tersingkir. Sulit bagi mereka bersaing di kawasan kuliner dengan standar elite yang dipatok dengan sewa tinggi.

Ironisnya, kawasan Gurindam 12 bukanlah proyek swasta, melainkan dibangun dengan uang rakyat melalui APBD Kepri senilai hampir Rp500 miliar. Kini setelah rampung dan bernilai bisnis, justru pemerintah ingin menyerahkannya kepada investor. Bukankah itu pengkhianatan terhadap rakyat yang membayar pembangunannya?

Lebih memprihatinkan lagi, gubernur beralasan swasta lebih profesional dalam mengelola kawasan tersebut. Alasan ini justru mempermalukan dirinya sebagai pemimpin daerah. Bagaimana mungkin seorang gubernur secara terbuka mengakui pengusaha lebih kompeten daripada pemerintahannya sendiri? Itu bukan hanya merendahkan aparatur sipil, tetapi juga menggerus wibawa kepemimpinannya.

Jika alasan lain adalah menambah kas daerah, logika ini pun rapuh. Pemasukan jangka pendek dari sewa dan bagi hasil jelas tidak sebanding dengan nilai jangka panjang jika kawasan itu difungsikan sebagai pusat pemberdayaan UMKM. Pemerintah seharusnya menghitung keuntungan sosial-ekonomi, bukan sekadar angka rupiah yang masuk kas daerah.

Tujuan pemerintah, baik pusat maupun daerah, adalah menghadirkan kemakmuran dan keadilan bagi rakyat. Menyerahkan aset strategis kepada pengusaha justru berlawanan dengan mandat rakyat tersebut. Kebijakan ini seolah memposisikan rakyat hanya sebagai penonton, sementara pengusaha jadi pemain utama yang menguasai aset daerah yang dibiayai rakyat. Jelas sangat melukai dan menyakiti hati rakyat.

Wajar jika publik mencurigai ada kepentingan politik atau balas jasa di balik ngototnya gubernur melelang Gurindam 12. Dugaan adanya “udang di balik batu” makin menguat karena kebijakan ini dipaksakan meski mendapat penolakan luas. Jika benar ada kepentingan politik, maka itu bentuk penghianatan terhadap janji kesejahteraan rakyat di masa Pilkada.

Lebih aneh lagi, gubernur terlihat tidak bergeming meski penolakan datang dari berbagai pihak. Padahal, seorang pemimpin seharusnya berdiri di sisi rakyatnya, bukan tegak di hadapan kelompok pebisnis yang hanya menginginka keuntungan semata. Apa gunanya jabatan jika ia dipakai untuk melawan aspirasi rakyat?

Seandainya gubernur terikat janji dengan para pengusaha juga tidak bisa dibenarkan. Jika janji itu berseberangan dengan kehendak rakyat, maka seharusnya dengan tegas ditolak. Gubernur bisa menawarkan program lain, bukan memaksakan kebijakan yang jelas-jelas ditentang masyarakat.

Rakyat melalui berbagai forum yang dikoordinir Forum Peduli Ibukota (FPI) Kepri telah menyampaikan perlawanan, bahkan menyiapkan aksi besar pada 8 Oktober ini untuk menekan gubernur agar membatalkan lelang Gurindam 12. Ini pertanda jelas bahwa kebijakan tersebut telah menciptakan kegaduhan dan mengganggu kondusivitas daerah. Apakah gubernur rela stabilitas sosial terganggu demi kepentingan segelintir orang?

Oleh karena itu, suara rakyat harus segera didengar. Protes keras masyarakat sudah cukup kuat menjadi dasar bagi gubernur untuk menghentikan lelang Gurindam 12. Tidak ada lagi alasan yang bisa dipertahankan. Semakin dipaksakan, semakin besar pula gelombang perlawanan.

Lebih baik gubernur mundur terhormat dengan membatalkan lelang kawasan Gurindam 12, ketimbang maju dengan kepala keras yang tidak hanya menciptakan suasana kurang kondusif, tapi juga meninggalkan luka politik dan sosial bagi masyarakat. Ingatlah, rakyat yang dipinggirkan tidak akan pernah tinggal diam. Mereka akan terus bersuara menuntut hak dan keadilan.

suluhkepri.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *