Praktisi Hukum Pertanyakan Justifikasi Kepemilikan Gurindam 12-Masyarakat Tolak Lelang Gubernur

Tanjungpinang7 Dilihat

TANJUNGPINANG – Rencana Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) untuk melelang sebagian kawasan Taman Gurindam 12 kepada pihak ketiga memicu gelombang penolakan luas di Kota Tanjungpinang. Pedagang kecil, pelaku UMKM, hingga tokoh masyarakat menilai langkah Gubernur Ansar Ahmad tersebut bukan hanya mengabaikan kepentingan rakyat kecil, tetapi juga menimbulkan tanda tanya serius terkait dasar hukum kepemilikan aset tersebut.

Persoalan Taman Gurindam 12 sejak awal sudah menimbulkan ketegangan komunikasi antara Pemprov Kepri dengan Pemerintah Kota Tanjungpinang. Pemprov Kepri mengklaim taman tersebut adalah aset milik provinsi, karena dibangun dengan anggaran APBD Kepri, sehingga merasa berhak melelang pengelolaannya.

Namun, Pemko Tanjungpinang yang merupakan daerah otonom justru tidak pernah diajak bicara. Padahal, letak Gurindam 12 berada dalam wilayah administrasi-nya, dan selama ini menjadi ruang publik yang digunakan masyarakat Tanjungpinang.

Praktisi hukum dan pakar hukum tata negara, Dr. Edy Rustandi, S.H., M.H, mempertanyakan justifikasi Pemprov Kepri yang serta-merta menyatakan Gurindam 12 sebagai aset provinsi. “Atas dasar apa Pemprov Kepri menyatakan Gurindam 12 sebagai aset milik provinsi? Apakah hanya karena pembangunannya menggunakan APBD Kepri?” kata Edy Rustandi dalam keterangan tertulis kepada media, Kamis (25/9/2025).

Edy menegaskan, kepemilikan aset daerah tidak bisa hanya didasarkan pada sumber dana pembangunan. Status kepemilikan wajib jelas secara hukum dan harus dituangkan dalam sertifikat aset. Hingga saat ini, menurutnya, belum ada informasi yang jelas apakah Pemprov Kepri sudah memiliki dokumen resmi sertifikat kepemilikan Gurindam 12.

Sebagai perbandingan, Edy mencontohkan pembangunan Pasar Baru Tanjungpinang yang menggunakan dana APBN. Meski dibiayai pusat, pasar tersebut kemudian diserahkan kepada Pemko Tanjungpinang sebagai pengelola sah.

“Begitu seharusnya konsep pembangunan yang dilaksanakan di daerah kabupaten/kota. Dan saya berpendapat aset Taman Gurindam 12 lebih baik diserahkan ke Tanjungpinang untuk dikelola. Banyak juga pembangunan di tempat yang dibiayai oleh pusat, namun asetnya diserahkan ke daerah,” ujar Edy.

Tak hanya soal Gurindam 12, Edy Rustandi juga menyoroti masalah penyerahan aset dari Kabupaten Bintan ke Kota Tanjungpinang yang tidak kunjung tuntas sejak Tanjungpinang resmi menjadi kota otonom pada tahun 2001. Hingga kini, sejumlah aset penting masih belum diserahkan sepenuhnya.

Gedung eks Kabupaten Kepri memang sudah dicicil penyerahannya, terakhir pada April 2021. Namun, beberapa aset lain seperti Kantor Bappeda Bintan di Jalan Ahmad Yani, Asrama Haji di Jalan Pemuda, hingga Gedung Bintan Expo di Jalan Basuki Rahmat, masih menggantung. Bahkan, ada aset yang justru dikuasai Pemprov Kepri.

Edy menilai, pola tarik-menarik aset antara kabupaten, kota, dan provinsi justru merugikan Tanjungpinang. “Soal Gurindam 12, ini seolah menambah perih bagi Pemko Tanjungpinang. Bagaimana kota ini mau bergerak maju kalau aset yang bisa menambah pendapatan daerah justru dikuasai provinsi?” ujarnya.

Masyarakat Tolak Kebijakan Lelang Kawasan Gurindam 12

Sementara itu, gelombang penolakan masyarakat terhadap rencana lelang semakin besar. Para pedagang kecil dan UMKM yang selama ini menggantungkan rezekinya di sekitar kawasan Tepi Laut khawatir akan tergusur jika pihak ketiga menguasai pengelolaan Gurindam 12. Mereka menilai kebijakan ini hanya akan menguntungkan investor besar, sementara rakyat kecil terpinggirkan.

Gelombang kritik juga datang dari akademisi dan pegiat masyarakat sipil. Mereka menilai Gubernur Ansar lebih berpihak pada kepentingan investor ketimbang melindungi nasib rakyat kecil. Sebagai bentuk protes, masyarakat Tanjungpinang dari berbagai komunitas yang melibatkan tokoh masyarakat serta para pedagang kecil dan pelaku UMKM, menggelar diskusi untuk menolak kebijakan Gubernur Ansar yang tidak

Suara perlawanan rakyat Tanjungpinang kian mengeras. Forum Peduli Ibukota Kepri menggelar Diskusi Terbuka bertajuk “Kasi Paham Gubernur” dengan tema “Gurindam 12 Tepi Laut: Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Aset di Ibukota” di A8 Pinang Harmoni Square, Sabtu (20/9). Forum ini menjadi panggung ultimatum bagi Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, yang dinilai lebih mementingkan kepentingan oligarki.

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi jangan sampai ruang hidup kami digadaikan kepada swasta. Gurindam 12 itu milik masyarakat Tanjungpinang, bukan untuk dilelang kepada pengusaha,” tegas mereka dalam diskusi tersebut.

“Jika ini terus dipaksakan, sama saja Pemerintah Provinsi Kepri menjual aset publik kepada oligarki.” Bahkan dalam rapat dengar pendapat (RDP), mereka juga meminta DPRD Kepri untuk mendesak Gubernur Ansar membatalkan lelang tersebut.

(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *