TANJUNGPINANG – Kenangan Masa Kecil Lis Darmansyah di Pohon Akasia yang Tak Terlupakan
Di bawah rindangnya pohon Akasia, Lis Darmansyah kecil menancapkan paku pada batang pohon itu. Di sana, ia menggantungkan barang dagangannya di sebuah papan lotre yang dikenal oleh warga sekitar sebagai “tikam-tikaman.” Setiap hari Minggu atau liburan sekolah, Lis memanfaatkan waktu untuk berjualan.
Harga satu papan lotre saat itu hanya Rp3.000, yang menjadi modalnya. Jika semuanya terjual habis, Lis bisa meraup untung sekitar Rp1.000. Bagi Lis yang saat itu berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang memprihatinkan, usaha kecil ini menjadi salah satu cara untuk membantu perekonomian keluarganya.
Orang-orang yang melintas di sekitar pohon Akasia itu tak jarang berhenti untuk membeli tiket lotre dari Lis. Harga tiap tiketnya sekitar Rp5 atau Rp10. Namun, keberuntungan menjadi faktor utama dalam penjualan ini. Kadang, baru beberapa orang membeli, hadiah utama sudah terambil, membuat sisanya sulit terjual. Namun, bila hadiah-hadiah besar masih tersisa, itulah keuntungan tambahan bagi Lis.
“Kalau banyak hadiah yang tersisa, itu untung tambahan bagi saya. Walaupun tak banyak, setidaknya bisa membantu,” kenang Lis tentang masa kecilnya.
Ketika tidak ada pembeli, Lis sering bermain dengan teman-temannya, berlari kesana kemari sambil tertawa. Namun, begitu ada yang membeli, Lis berlari kembali ke pohon Akasia dengan wajah semringah, merasa senang karena dagangannya laku. Rupiah demi rupiah pun terkumpul, yang menjadi hasil kerja kerasnya selama beberapa tahun.
Seiring berjalannya waktu, Lis berkembang menjadi seorang tokoh penting di Tanjungpinang. Ia terpilih sebagai anggota DPRD Kepri, kemudian menjadi Walikota Tanjungpinang pada periode 2013-2018. Dalam perjalanan hidupnya yang sukses, Lis beberapa kali mengunjungi pohon Akasia tersebut, tempat di mana semuanya bermula.
Pohon yang dulunya kecil kini telah menjulang tinggi. Paku yang ia tancapkan di batang pohon itu masih ada, meskipun sudah berkarat dan hampir habis termakan waktu. Lis sering termenung di sana, mengenang masa-masa perjuangannya saat kecil.
Ia meminta agar pohon itu tidak ditebang, dan warga setempat pun menghormati permintaannya. Namun, ketika Lis kembali beberapa tahun kemudian, pohon tersebut sudah tumbang, meninggalkan hanya bekas karat dari paku yang ia pasang dulu.
“Sekarang pohon Akasia itu sudah tak ada lagi. Terakhir saya ke sana, paku itu sudah hilang. Hanya sisa karatnya saja, dan pohonnya pun tumbang,” ujarnya dengan sedih.
Meskipun pohon Akasia itu sudah tiada, kenangan masa lalu tetap hidup dalam ingatan Lis. Ia sering mengajak anak-anaknya untuk mengunjungi tempat-tempat yang memiliki kenangan indah, seperti rumah orangtuanya di Bukit Hutan Lindung.
Di sana, Lis menceritakan kisah hidupnya yang sederhana kepada anak-anaknya, menunjukkan sumur tua, dan memberi pelajaran tentang nilai-nilai kesederhanaan dan kerja keras.
Lis ingin anak-anaknya memahami bahwa ia dulu hidup dalam keterbatasan, dan bahwa kehidupan yang sederhana harus dihargai. “Saya tak ingin anak-anak saya melupakan masa lalu kami. Ini adalah pelajaran penting agar mereka selalu rendah hati dan menghargai setiap kebaikan,” katanya.
Pohon Akasia yang kini telah tumbang mengajarkan Lis satu hal yang sangat berharga: untuk selalu mengenang dan menghargai kebaikan orang lain. Kenangan itu tak pernah hilang dari ingatannya. Meskipun pohon itu sudah tidak ada, nilai-nilai yang terkandung dalam masa kecilnya tetap menjadi pedoman hidup bagi Lis.
Sekarang, Lis Darmansyah maju kembali sebagai calon Walikota Tanjungpinang berpasangan dengan Raja Ariza sebagai calon Wakil Walikota. Pasangan nomor urut 2 ini membawa semangat keikhlasan dan perjuangan dari masa lalu yang penuh makna. Mereka yakin, pengalaman hidup yang telah menempa mereka membuat mereka menjadi pemimpin yang layak untuk dipilih oleh masyarakat Tanjungpinang.