TANJUNGPINANG – Ancaman longsor di kawasan sempadan lahan milik Beni, pengusaha kopi merek Kapal Tanker di Kelurahan Melayu Kota Piring, terus menjadi perhatian serius. Lahan tersebut berbatasan langsung dengan gudang milik Hacuang dan kini menjadi sorotan Komisi III DPRD Kota Tanjungpinang.
Anggota Komisi III, Arie Sunandar, menilai kondis tersebut tak bisa dianggap sepele. Untuk itu, ia meminta Pemerintah Kota Tanjungpinang untuk bertindak cepat dan tegas, karena menurutnya, potensi longsor berdampak pada keselamatan warga, bukan sekadar konflik tapal batas.
“Ini bukan cuma persoalan administratif atau mediasi antarwarga. Ini soal bencana yang bisa mengancam nyawa. Pemerintah harus bertindak segera untuk langkah antisipasi,” tegas Arie, dikutip dari pijarkepri.com, Kamis (12/6/2025).
Dari pemberitaan media terhadap permasalahan ini, menurutnya, kerusakan pagar di lahan milik Beni serta pondasi batu miring yang terkikis akibat aliran air dari atap gudang sebelah adalah bukti nyata lemahnya pengawasan dan penegakan aturan bangunan.
“Struktur bangunan yang tak sesuai ketentuan bisa jadi bom waktu. Kalau dibiarkan, bukan hanya merugikan satu pihak tapi juga mengancam pemukiman atau bangunan di sekitarnya yang dapat membahayakan nyawa manusia,” katanya.
Arie juga menyinggung Peraturan Daerah Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung, yang menetapkan batas sempadan minimal satu meter dari garis lahan. Menurutnya, aturan itu bukan sekadar formalitas, tapi langkah preventif yang wajib ditegakkan untuk mencegah bencana seperti longsor atau banjir.
“Pemerintah harus hadir sebelum bencana, bukan sesudahnya. Pencegahan jauh lebih penting dari penyelamatan setelah bencana, biayanya juga lebih murah,” ujarnya.
Arie pun menyambut baik inisiatif Beni untuk membangun ulang batu miring secara gotong royong. Namun, ia menekankan bahwa upaya perbaikan tak boleh dibebankan hanya pada satu pihak. Semua pemilik lahan yang berbatasan harus turut bertanggung jawab.
“Ini bukan soal siapa bangun duluan. Ini soal tanggung jawab bersama. Jangan tunggu tanah runtuh dulu baru saling menyalahkan,” tegasnya.
Namun di tengah desakan legislatif, respons dari pihak eksekutif dinilai belum terkoordinasi dengan baik. Plh. Camat Tanjungpinang Timur, Hendrawan Herninanto, mengklaim bahwa pihak kelurahan bersama tim teknis dinas PUPR telah meninjau lokasi pada Rabu (11/6).
Anehnya, Kepala Dinas PUPR Tanjungpinang, Rusli, justru mengaku belum mengetahui adanya kunjungan tersebut. “Saya belum tahu ada anggota yang turun ke lokasi hari ini. Nanti saya cek dulu,” ujar Rusli sebagaima dikutip dari pijarkepri.com, Kamis (12/6).
Minimnya koordinasi antarinstansi ini memunculkan pertanyaan publik: seberapa serius pemerintah kota dalam menangani potensi bencana di kawasan padat penduduk?
Menutup pernyataannya, Arie mengingatkan bahwa regulasi sempadan lahan harus ditegakkan, bukan hanya dijadikan dokumen di atas kertas.
“Peraturan dibuat untuk ditaati, bukan untuk diabaikan. Keselamatan warga adalah prioritas yang tidak bisa dinegosiasikan,” pungkasnya.