Diduga Labrak Aturan, Pembangunan Pertashop Tanah Kuning Akan Diadukan ke Ombudsman

Tanjungpinang
Roy Penangsang bersama warga RW 019 kampung tana kuning saat melakukan protes terkait pembangunan Pertashop di wilayahnya

BINTAN – Polemik pembangunan Pertashop di Kampung Tanah Kuning yang mendapat penolakan keras oleh warga setempat, rencananya akan diadukan ke Ombudman hingga kementerian terkait.

Langkah itu diambil karena jalan mediasi yang dilakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil, dan juga belum ada tindak lanjut untuk upaya penyelesaiannya.

Ketua RW 019 Kampung Tanah Kuning Roy Penangsang, menyebutkan bahwa aktivitas pembangunan Pertashop di kampungnya itu sudah berjalan selama sepekan ini. Meski ditentang warga, pembangunan Pertashop ini tetap dilanjutkan.

Menurut Roy, pembangunan Pertashop terkesan dipaksakan, dan belum mengantongi perizinan. Sejak awal, hal itu sudah disampaikan kepada pemerintah, termasuk menjelaskan resiko yang dihadapi warga, jika pembangunan Pertashop tidak melalui aturan yang berlaku. Karena harus dipenuhi standar keselamatan.

“Kita sudah menyampaikan dan melapor kepada pemerintah tentang resiko yang di hadapi warga dan aturan serta standar keselamatan sesuai ketentuan perundangan, tapi belum ada tindakan hukum apapun dari pemerintah,” keluh Roy, Sabtu (16/5).

Lokasi pembangunan Pertashop di kampung tanah kuning yang ditentang warga setempat

Itu sebabnya, warga setempat menolak keras pembangunan Pertashop dilanjutkan. Karena tidak ada titik temu lewat ruang mediasi, rencananya warga akan membawa persoalan ini ke lembaga negara, yaitu ke Ombudsman RI dan kementerian terkait.

Adapun alasan untuk mengadukan hal ini, menurut Roy, karena terkait perizinannya. Roy menduga dokumen perizinan pembangunan Pertashop belum lengkap.

Dengan tidak melengkapi perizinan, setidaknya Roy mencatat ada 4 peraturan perundang-undangan yang di kangkangi atau diabaikan oleh Pertamina, calon mitra Pertashop dan Pemerintah Daerah.

Pertama, sebut Roy, Perda Nomor 1 tahun 2022 tentang Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). “Dalam desain Pertashop ada prasarana bangunan seperti pagar pengaman, fondasi mesin dan drainase yang seharusnya mendapatkan perizinan dari Pemerintah Daerah,” katanya.

Roy pun tak sependaopat dengan argumen yang menyebut Pemerintah Daerah tidak punya kewenangan memberikan izin berdirinya Pertashop, Roy tak sependaoat.

“(Karena) dalam Perda Nomor 1 tahun 2022 tersebut sudah sangat jelas, dan Satpol PP sudah bisa menindak dalam rangka penegakkan Perda, tapi kenyataannya Satpol PP tidak bertindak, ini ada apa? Padahal Desain itu membutuhkan Persetujuan Bangunan Gedung,” kata Roy kesal.

Kemudian, UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Diketahui jalan Tanah Kuning merupakan jalan nasional sesuai Kepmen PUPR No 290/KPTS/M/2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional.

Roy mengatakan jarak bangunan Pertashop dengan jalan sangat berdekatan, dan tidak sesuai aturan yang berlaku.

“Adapun jarak bangunan Pertashop terlalu dekat dengan jalan. Seharusnya memiliki jarak yang cukup sesuai ketentuan perundang-undangan. Hal ini tentu akan berdampak pada standar Keputusan Dirjen Migas Kementerian ESDM Nomor: 289.K/18/DJM.T/2018 tentang Pedoman Teknis Keselamatan Peralatan dan Instalasi Serta Pengoperasian Instalasi SPBU, untuk kebutuhan maneuver mobil tangki yang kemungkinan mengganggu hak pengguna jalan baik di badan jalan dan bahu jalan” ungkap Roy Penangsang.

Yang ketiga, terkait jarak Dispenser/Modular dengan rumah tinggal yaitu lebih kurang 3 meter, padahal sesuai Keputusan Dirjen Migas Kementerian ESDM Nomor: 289.K/18/DJM.T/2018 tentang Pedoman Teknis Keselamatan Peralatan dan Instalasi Serta Pengoperasian Instalasi SPBU tercantum pada halaman 26 di wajibkan 9 meter.

“Tentu jarak 3 meter antara bangunan Pertashop dengan rumah warga tak memenuhi standar keselamatan, dan hal ini akan menimbulkan resiko atau ancaman keselamatan harta benda dan nyawa warga saya,” protes Roy.

Dan, keempat pengabaian Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor: P.25/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2018, Gubernur atau bupati / walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL dan SPPL.

Menurut Roy, harusnya ada peran aktif Dinas Lingkungan Hidup, semacam rekomendadi terkait perlu tidaknya Amdal terhadap masyarakat setempat. Jangan nanti dikemudian hari, ada kejadian pencemaran lingkungan, pihak Dinas Lingkungan Hidup malah buang badan dan tidak mau bertanggung jawab, yang akhirnya masyarakat lah yang jadi korban,” ujar Roy.

Terhdap sejumlah aturan yang diduga dikangkangi dalam pendirian Pertashop, menurut Roy, menjadi alasan mendasar bagi warga untuk mengadukan persolan ini ke pihak Ombudsman hingga kementerian. Roy mengaku telah mendapat persetujuan warga sebagai kuasa untuk membuat laporan pengaduannya.

“Warga telah memberikan kuasa kepada saya untuk menyampaikan permasalahan ini ke Ombudsman, Inshaa Allah Senin kami akan melaporkan pelanggaran ini kepada Ombudsman,” pungkas Roy. ***

KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini