KEBIJAKAN WALI KOTA TANJUNGPINANG, LIS DARMANSYAH, yang meminjam dana sebesar Rp 36 miliar ke Bank Riau Kepri Syariah (BRK) guna menutupi defisit, khususnya dalam pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN merupakan keputusan yang tepat, berani dan patut diapresiasi. Di tengah tekanan fiskal dan keterbatasan pendapatan daerah, Lis Darmasyah memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan aparatur sipil negara sebagai garda terdepan pelayanan publik.
TPP bukan sekadar tunjangan, tapi motivasi semangat kerja ASN dalam memberikan layanan prima kepada masyarakat. Dalam sistem birokrasi, kinerja dan profesionalisme ASN sangat ditentukan oleh kesejahteraan. Ketika TPP dibayarkan secara tepat dan proporsional, maka pelayanan publik akan berjalan optimal, program pembangunan bisa terlaksana sesuai target, dan masyarakat akan merasakan langsung manfaatnya.
Kritik yang menyebut bahwa kebijakan ini dianggap tidak tepat karena TPP lah yang seharusnya dikurangi atau bahkan ditiadakan, patut diluruskan. TPP bukan beban, melainkan investasi terhadap kualitas sumber daya manusia aparatur. Ketika motivasi ASN turun akibat ketidakpastian insentif, maka dampaknya jauh lebih besar daripada sekadar angka defisit, karena bisa meluas pada penurunan kinerja pegawai dan kualitas pelayanan, hingga terhambatnya pelaksanaan program-program pemerintah.
Beberapa pihak juga membandingkan dengan kebijakan pengurangan TPP di sejumlah daerah yang menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Namun, pendekatan seperti ini tidak bisa serta-merta diterapkan di Tanjungpinang. Setiap daerah punya cara tersendiri untuk mengatur rumah tangganya, termasuk kebutuhan pembangunan dan kapasitas birokrasi, juga berbeda.
Perlu diketahui, Pemerintah Kota Tanjungpinang sendiri sebelumnya telah melakukan penyesuaian TPP ASN sebesar 25 persen, sebagai respon defisit anggaran. Justru, keputusan Lis untuk mempertahankan TPP tanpa pemangkasan lanjutan adalah upaya mempertahankan stabilitas internal birokrasi, demi keberhasilan pembangunan.
Mengurangi apalagi menghapus TPP secara drastis bukan hanya menurunkan pendapatan ASN, tetapi juga menciptakan efek domino yang bisa menimbulkan permasalahan baru. Semangat kerja ASN bisa menurun, target pelayanan meleset, hingga munculnya praktik-praktik yang bisa merusak integritas birokrasi. Maka dari itu, menjaga keberlanjutan TPP bertujuan untuk memastikan roda pemerintahan tetap berjalan baik dan produktif.
Wali Kota Lis memandang pembangunan tidak hanya dilihat dari seberapa banyak proyek fisik yang terealisasi, tetapi lebih dari itu, yaitu membangun manusia, membangun etos kerja, dan menciptakan aparatur yang mampu melayani masyarakat secara optimal. Sumber daya manusia ASN yang terjaga kesejahteraannya akan menjadi aset utama dalam menjalankan visi pembangunan yang berkelanjutan.
Peminjaman dana ke BRK Syariah untuk pembayaran TPP ASN sebagai langkah yang kurang tepat, adalah vonis yang keliru. Kebijakan tersebut, justru merupakan program jangka pendek dalam upaya mengatasi permasalahan keuangan daerah dengan tanpa mengorbankan program prioritas, yaitu kualitas pelayanan publik.
Skema pinjaman kepada bank daerah juga memperlihatkan bahwa kebijakan ini berada dalam koridor perencanaan keuangan yang sehat, karena ada pengawasan dan perhitungan terhadap kemampuan keuangan daerah.
Kritik terhadap kebijakan ini seharusnya juga melihat sisi dampak sosial yang lebih luas. Penghapusan TPP bukanlah solusi, apalagi di tengah tuntutan kinerja birokrasi yang semakin tinggi dan kompleks. Sebaliknya, kebijakan ini sebagai strategi Pemerintah Kota Tanjungpinang di bawah kepemimpinan Lis Darmansyah untuk memastikan TPP tetap tersalurkan, dan sekaligus mendorong kinerja ASN semakin lebih baik, dengan harapan program-program pembangunan tidak mengalami perlambatan.
Lis Darmansyah secara konsisten menunjukkan komitmennya dalam menyeimbangkan antara pengelolaan fiskal dan kesejahteraan pegawai. Ini adalah bentuk kepemimpinan yang berani mengambil risiko demi menjaga integritas pelayanan publik. Ia memahami bahwa pembangunan tidak bisa dijalankan oleh birokrasi yang kehilangan semangat kerja karena kesejahteraannya terabaikan.
Oleh karena itu, keputusan mempertahankan TPP melalui pinjaman ke BRK bukanlah bentuk pemborosan, melainkan keberpihakan terhadap pembangunan manusia. ASN adalah ujung tombak keberhasilan pembangunan. Ketika mereka diberi penghargaan yang layak, maka mereka akan bekerja lebih maksimal, dan masyarakat lah yang akan menuai hasilnya. Sebab, pelayanan publik yang berkualitas hanya lahir dari aparatur yang sehat dan sejahtera.
redaksi






