TANJUNGPINANG – Kepergian seorang bayi bernama Febry Ayunindi yang berusia 4 tahun, warga Kampung Bugis, Tanjungpinang, meninggalkan duka mendalam di hati keluarga, serta masyarakat sekitar. Febry diduga meninggal dunia karena lambannya penangan medis. Kepergian Febry ini harus dijadikan pengalaman berharga untuk perbaikan pelayanan kesehatan.
Febry menghembuskan nafas terakhir di RSUP Raja Ahmad Tabib, Tanjungpinang, pada 3 Maret 2025, sekitar pukul 18.15 WIB. Kabar duka ini segera mengundang perhatian banyak pihak, terutama terkait dengan dugaan adanya keterlambatan penanganan medis dan rujukan yang diterima oleh Febry di Puskesmas Kampung Bugis.
Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Tanjungpinang, Rustam, S.K.M., M.Si, dalam keterangannya, menyampaikan rasa belasungkawa yang mendalam dan keprihatinan atas insiden tersebut.
“Kami ikut merasakan kesedihan yang mendalam yang dialami keluarga atas kepergian Ananda Febry. Kami juga mendoakan agar mereka diberi ketabahan,” ujar Rustam dengan suara yang penuh empati, sebagaimana dikutip dari rilis Diskominfo Tanjungpinang, Rabu (5/3).
“Semoga kejadian yang begitu menyedihkan ini menjadi yang terakhir, dan bisa menjadi evaluasi bagi kami untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat,” Rustam menambahkan.
Rustam menjelaskan, Febry, yang awalnya datang ke Puskesmas Kampung Bugis dengan keluhan mencret, muntah, dan suhu tubuh yang sedikit tinggi, sempat diberikan penanganan awal berupa oralit dan obat penurun panas.
Namun, kondisinya tidak kunjung membaik. Sehingga pukul 14.00 WIB, Febry kembali dibawa oleh orang tuanya ke Puskesmas. Kondisinya dalam keadaan lemas, dan langsung mendapat penanganan medis berupa oksigen, obat penurun panas, serta obat untuk mengatasi kejang.
Namun, meski segala upaya telah dilakukan oleh petugas medis, kondisi Febry semakin memburuk. Puskesmas mencoba beberapa kali menghubungi RSUD Tanjungpinang, lewat telepon, untuk mendapatkan arahan lebih lanjut, namun tidak mendapatkan respon. Tak menyerah, mereka kemudian berusaha menghubungi RSUP Raja Ahmad Tabib untuk merujuk pasien.
Selama hampir tiga jam, proses komunikasi antara Puskesmas Kampung Bugis dan rumah sakit terhambat, yang semakin menambah kecemasan petugas medis dan keluarga. Pada pukul 17.24 WIB, baru ada balasan dari RSUP RAT, namun saat itu keadaan Febry sudah sangat kritis. Ketika akhirnya pasien tiba di RSUP RAT, nyawanya sudah tidak tertolong lagi.
Rustam, yang menyampaikan kronologi ini, menegaskan bahwa pihak Puskesmas telah mengikuti prosedur yang ada, meski dalam situasi yang sangat terbatas.
“Kami memahami perasaan keluarga yang sangat berduka. Kami juga merasakan perasaan yang sama, dan yang lebih penting, kami tidak ingin kejadian seperti ini terulang lagi. Tindakan medis yang dilakukan sudah terekam dengan baik, dan kami terus berupaya semaksimal mungkin,” ujar Rustam, yang juga turut merasakan kesedihan keluarga pasien, seperti halnya orang tua yang kehilangan anak tercinta.
Perasaan haru dan cemas yang dialami oleh keluarga Febry, juga dirasakan oleh seluruh petugas medis yang terlibat. Mereka berjuang sekuat tenaga untuk menyelamatkan Febry, namun takdir berkata lain. Kini, hanya doa yang bisa diberikan untuk anak kecil yang begitu cepat meninggalkan dunia ini.
Rustam menegaskan, kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pihak dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan medis demi kesehatan masyarakat terutama keselamatan nyawa manusia.
(tira)