Pengamat: Parpol Pengusung di Pilkada Tak Bisa Alihkan Dukungan ke Kandidat lain

Tanjungpinang
Pery Rehendra Sucipta
Pery Rehendra Sucipta

Tanjungpinang – Pilkada Kabupaten Bintan 2020, menjadi perhatian publik karena besarnya kepercayaan partai politik pemilik kursi di legislatif setempat, yang memberikan dukungan penuh kepada pasangan Apri Sujadi dan Roby Kurniawan. Bahkan hampir bisa dipastikan hanya pasangan ini yang menjadi satu-satunya calon kepala daerah dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bintan.

Hal itu diketahui dari pendaftaran calon di KPU Bintan, pada 4-6 September 2020, yang hanya diikuti pasangan Apri Sujadi dan Roby Kurniawan. Sementara Alias Wello dan Dalmasri Syam, yang digadang sebagai calon penantang petahana itu, gagal mendaftar karena tak memenuhi syarat dukungan parpol, yang minimal memiliki 5 kursi di DPRD Bintan.

Akan tetapi muncul spekulasi baru, setelah KPU memperpanjangkan masa pendaftaran calon, yaitu tanggal 11-13 September 2020. Sejumlah pihak yang merupakan pemdukung Alias Wello dan Dalmasri mencoba menggantungkan harapan, agar di masa perpanjangan waktu pendaftaran paslon, ada mujizat bagi Alias Wello dan Dalmasri Syam untuk bisa maju di Pilkada Bintan. Mujizat tersebut, tak lain adalah, beberapa parpol pengusung pasangan Apri – Roby mencabut dukungan dan berbalik arah dengan mengalihkan dukungan kepada mereka..

Pertanyaannya: apakah aturan memperbolehkan parpol pengusung calon kepala daerah yang sudah mendaftarkan jagoannya itu di KPU setempat, bisa mencabut dukungan untuk kemudian mengalihkan dukungan kepada kandidat lain?

Pengamat hukum tata negara, Pery Rehendra Sucipta di Tanjungpinang, Kamis (10/09), memberikan penjelasan soal ini. Pery Rahendra dengan tegas mengatakan bahwa dukungan partai politik terhadap pasangan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak dapat dialihkan kepada kandidat lain.

Pasalnya, kata Pery, dukungan partai politik ke paslon kepala daerah sudah melekat ketika telah didaftarkan di KPU sehingga dukungan tersebut tidak dapat dialihkan kepada kandidat lain, sekalipun partai politik tersebut menarik dukungannya.

“Ketentuan itu berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3/2017 Pasal 6 ayat 5, yang diperkuat dengan Surat Nomor 742 KPU RI berisi penjelasan salah satunya terkait mekanisme pencalonan saat pilkada,” jelas Pery yang juga Akademisi Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.

Ia menambahkan, namun dalam ketentuan tersebut ada pengecualian, yakni pengalihan dukungan hanya dapat terjadi, bila bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mendaftar di KPU mengubah komposisi partai pengusungnya.

Artinya, papar Pery, perubahan komposisi koalisi partai pengusung hanya bisa dilakukan oleh bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, dengan mekanisme “dikeluarkan” dari gabungan partai politik pengusung, bukan disebabkan oleh inisiatif sepihak dari salah satu partai dengan menarik dukungan.

Pery mencontohkan proses demokrasi yang terjadi di Pilkada Kabupaten Bintan 2020, dimana pada saat tahapan pendaftaran calon bupati dan wakil bupati hanya Apri Sujadi-Roby Kurniawan yang mendaftar. Persyaratan pendaftaran salah satunya, dukungan dari partai politik atau gabungan politik yang harus memenuhi persyaratan 20 persen atau lima kursi dari 25 kursi di DPRD Bintan.

Pasangan Apri-Roby mendapat dukungan penuh dari hampir semua parpol pemilik perwakilan di legislatif Bintan. Yaitu, dari 25 kursi DPRD Bintan, Apri – Roby mengantongi 21 kursi dari 5 partai politik, hasil Pemilu 2019.

Adapun parpol pengusung yang mendaftarkan Apri – Roby di KPU Bintan, antara lain, Partai Demokrat 8 kursi, Golkar 6 kurs, PAN 1 kursi, Hanura 1 kursi, PDIP 2 kursi dan PKS 3 kursi. Total 21 kursi. Maka, lanjut Pery, ketika berkas persyaratan tersebut masuk di KPU Bintan, dan dinyatakan lengkap, maka konsekwensi yang terjadi yakni seluruh partai pengusung tersebut sudah terkunci, tidak dapat mengalihkan dukungan lagi kepada kandidat lain.

Bila ada salah satu partai dengan inisitaif sendiri menarik dukungan dan keluar dari koalisi partai yang mengusung Apri-Roby, kemudian mengusung kandidat lain, maka itu jelas cacat hukum, sehingga seharusnya tidak memenuhi persyaratan atas dukungan terhadap kandidat lain tersebut.

Kunci tersebut, menurut dia hanya dapat dibuka oleh Apri-Roby. Caranya, Apri-Roby mengeluarkan satu atau beberapa partai pengusung. Kemudian Apri-Roby mendaftar kembali ke KPU Bintan saat pembukaan perpanjangan pendaftaran pada 11-13 September 2020, dengan komposisi partai koalisi yang berbeda. Bila Apri-Roby tidak mendaftar kembali, maka komposisi koalisi partai tidak dapat berubah, meski muncul beragam dinamika politik dan persepsi.

“Perdebatan kata ‘dikeluarkan’ sebagaimana di sebutkan di dalam Surat Nomor 742 KPU RI tidak bias dipisahkan dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan bunyi dari Pasal 6 ayat 5 PKPU Nomor 3/2017, sehingga yang berhak mengeluarkan partai itu adalah bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Sedangkan bila partai menarik dukungannya, maka partai politik tersebut dianggap tetap mendukung bakal pasangan calon yang bersangkutan dan tidak dapat mengusulkan bakal calon
atau bakal pasangan calon pengganti,” ujar Pery. (r/tr)

KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini