Dampak Jika MK Mengabulkan Perubahan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Tanjungpinang
Catatan REMON, S.IP, M.Si (Sekretaris DPD Partai Demokrat Provinsi Kepulauan Riau)

Nampaknya isu perubahan sistem Pemilu, dari proporsional terbuka ke proporsiona tertutup semakin panas setelah Denny Indrayana men-tweet terkait info kemungkinan MK akan memutus sistem Pemilu di Indonesia menjadi proporsional tertutup.

Tentu jika perubahan tersebut terealisasi maka ada beberapa hal yang mungkin akan terjadi:

1. Kemunduran Proses Demokrasi di Indonesia

Kita ketahui bersama, bahwa sejak orde lama, dilanjutkan rezim orde baru sampai era reformasi, sistem Pemilu di Indonesia selalu mencari bentuk idealnya. Sampai akhirnya di era reformasi pada Pemilu 2004 berubah dari tertutup menjadi sistem proporsional setengah terbuka karena selama ini banyak kalangan menilai sistem tertutup mencederai ‘roh’ demokrasi yang menganggap para wakil rakyat tidak dekat dengan rakyat, sebab tidak memilih langsung wakil mereka di DPR/DPRD yang menyebabkan kurangnya rasa tanggungjawab Wakil Rakyat kepada Rakyat.

2. Turunnya Marwah Mahkamah Konstitusi

Sebelumnya pada 2009, MK (Mahkamah Konstitusi) pernah menolak gugatan yudical review terkait sistem proporsional terbuka. Artinya jika saat ini MK menerima gugatan tersebut maka telah mencederai yurisprudensi atas putusan sebelumnya yang akan membuat un-trust publik karena MK dinilai tidak konsisten.

3. MK Menjadi Lembaga Super Power yang Rentan Dimanfaatkan Penguasa

Seperti yang kita ketahui, negara kita menganut demokrasi yang berdasar konstitusional dengan mengedepankan_Open Legal Policy. Artinya setiap lembaga negara memiliki fungsi masing-masing dimana fungsi legislasi berada di tangan eksekutif dan legislatif. Termasuk pembuatan undang-undang Pemilu dan putusan sistem Pemilu adalah wilayah pembuat regulasi.

Fungsi MK adalah jika dalam regulasi tersebut ada yang bertentangan dengan regulasi lainnya, khususnya yang berada di atasnya yakni UUD 1945. Oleh karena itu secara prinsip MK tidak punya Legal Standing untuk ikut menentukan sistem lemilu yang berada di dalam UU Pemilu apalagi mem-vonis mana sistem yang terbaik untuk rakyat Indonesia, kecuali memang jelas ada perselisihan dengan UUD 1945.

Jika benar MK memiliki wewenang yang luar biasa ini, tentu akan sangat rentan dimanfaatkan oleh penguasa karena apapun yang dibahas antara eksekutif dan legislatif maka dapat dirubah di MK walaupun tidak memiliki dasar yang jelas, atau posisi MK lebih tinggi dari pada presiden dan atau DPR RI.

4. Un-Trusting Para Tokoh dan Figur Potensial untuk Mendaftar Menjadi Calon Legislatif

Partai politik akan ditinggal para calon legislatif potensial secara figur namun tidak dekat dengan pimpinan parpol karena tidak diberikan nomor urut bagus. Artinya banyak figur yang dinilai oleh rakyat baik untuk menjadi wakil mereka di pemerintahan mengurungkan niatnya untuk maju karena mereka nantinya hanya menjadi pendulang suara tetapi sulit untuk terpilih karena mendapatkan nomor urut besar yang harus antri dengan nomor urut kecil untuk dapat menjadi legislator di DPR RI dan DPRD provinsi/kabupaten/kota.

5. Potensi Melahirkan Wakil Rakyat yang Tidak Me-Rakyat

Jika benar sistem berubah menjadi tertutup, maka disaat Pemilu, rakyat selaku pemilih pemilik suara hanya akan mencoblos parpol, dan selanjutnya parpol juga yang akan menentukan siapa yang menjadi perwakilan rakyat yang akan duduk di legislatif, sesuai dengan urutan nomor urut Parpol. Artinya sangat berpotensi bahwa wakil rakyat yang direkomendasi oleh parpol tidak akan dekat dengan masyarakat. Alih-alih harus me-rakyat, mereka (dewan terpilih) lebih memilih mencari ‘muka’ ke pimpinan parpol agar diberikan nomor urut bagus.

6. Menciptakan Oligarki di Internal Parpol

Saat ini masyarakat sudah jenuh dengan isu oligarki penguasa negeri. Jika nantinya sistem tertutup disahkan, maka sangat berpotensi menciptakan oligarki di tubuh parpol. Dimana orang-orang yang dekat dengan pimpinan parpol yang akan memegang peranan penting ditunjuk menjadi perwakilan rakyat di Pemerintahan, tentu hal ini akan menciptakan lingkaran kekuatan kelompok dengan kepentingan tertentu ditubuh parpol. Ini artinya oligarki akan terbentuk di tubuh parpol.

7. Check and Balance Pemerintahan Hanya Mimpi Indah

Secara filosofis, tujuan utama perwakilan rakyat di pemerintahan adalah menjadi perpanjangan tangan dan suara rakyat di pemerintahan yang akan mengawasi dan menyuarakan aspirasi eakyat agar pemerintah tidak menjadi otoriter (sewenang-wenang). Namun jika nantinya oligarki terbentuk ditubuh parpol, maka akan berpotensi menciptakan pemerintah yang tirani karena akan mudah terbentuk lingkaran setan di dalam pemerintahan.

8. Kedaulatan Rakyat Tercederai

Demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya pemerintahan negara yang menggunakan sistem demokrasi sudah seharusnya berasal dari rakyat, dipilih langsung oleh rakyat, dan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Tetapi jika di perwakilan pemerintahan dari rakyat tidak dipilih langsung oleh rakyat, maka sudah pasti hak dan kedaulatan rakyat akan tercederai.

9. Potensi Chaos karena berubah di tengah Tahapan Pemilu

Saat ini tahapan Pemilu sudah berada di tengah-tengah (tahapan sudah berjalan separuh jalan), dimana seluruh peserta Pemilu sudah memasukan Bacaleg ke KPU, bayangkan jika tiba-tiba berubah sistem Pemilu yang akan berdampak mayoritas Bacaleg akan mengundurkan diri karena tidak mendapatkan nomor prioritas, tentu akan menggoyahkan komposisi Bacaleg setiap Parpol.

Dari sisi penyelenggara Pemilu juga harus menyesuaikan kembali dengan sistem yang baru, harus mulai menggodok PKPU baru padahal tahapan sudah berjalan. Jangan-jangan KPU akan angkat tangan dan minta ditunda Pemilu seperti yang diinginkan beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab. Dari sisi rakyat, tentu akan sangat dirugikan seperti poin nomor 5 dalam paparan ini, melahirkan wakil rakyat yang tidak me-rakyat.

Mungkin beberapa pihak memiliki alasan mendukung sistem proporsional tertutup, tetapi sudah seharusnya partai politik sebagai bagian dari elemen pondasi demokrasi harus selalu berada ditengah-tengah masyarakat untuk terus memperjuangkan hak dan kedaulatan rakyat. Jika bukan kita siapa lagi.

This is Democrasy, not Democrazy

KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here