Mafia Rokok Ilegal Makin Perkasa di Tanjungpinang, Negara Terkesan Tak Berdaya

Opini4 Dilihat

PEREDARAN ROKOK ILEGAL di Tanjungpinang sudah bukan lagi masalah sepele, melainkan sebuah kejahatan ekonomi yang menggerogoti keuangan negara hingga miliaran rupiah setiap tahun. Fenomena ini memperlihatkan betapa lemahnya negara dalam menghadapi kelompok mafia yang dengan leluasa menguasai pasar dan mempermalukan hukum.

Lebih dari satu dekade, peredaran rokok ilegal tumbuh subur di kota Gurindam ini. Merek-merek seperti Rave dan HD, juga merek lainnya seperti UFO, dijajakan bebas di hampir setiap warung, tanpa rasa takut pada aparat penegak hukum. Kenyataan ini menegaskan bahwa peredaran barang haram tanpa label cukai itu bukan semata hasil dari kelengahan aparat, melainkan bukti kuat adanya pembiaran sistematis alias kongkalikong di belakang layar.

Kenyataan yang lebih mencengangkan, justru aparat Bea Cukai yang seharusnya menjadi garda terdepan memberantas penyelundupan rokok ilegal, diduga kuat ikut bermain mata, dengan guyuran “uang pelicin” yang menggiurkan. Jalur masuk dari Batam ke Tanjungpinang terbukti begitu longgar bagi mafia, hingga rokok ilegal seolah mendapat “karpet merah” untuk menguasai pasar di Tanjungpinang.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memang melontarkan ancaman keras. Ia berjanji akan menindak pedagang kecil hingga pemasok besar. Namun, apa daya, ucapan tegas itu tidak lebih dari “gertak sambal” dan dianggap angin lalu. Fakta di lapangan, mafia tetap bebas memasok rokok ilegal, pedagang nyaman menjual rokok non cukai ini, sementara aparat penegak hukum lebih memilih diam.

Lebih ironis lagi, penindakan justru diarahkan ke pedagang kecil. Mereka yang hanya mencari nafkah dengan menjual rokok ilegal menjadi sasaran ancaman hukum, sementara pihak pemasok besar yang mengeruk keuntungan ratusan miliar rupiah tetap aman dan seolah ada perlindungan istimewa. Mirisnya, negara terlihat gagah berani kepada yang lemah, tetapi tak berkutik di hadapan mafia.

Masyarakat Kepri sudah berulang kali bersuara. Aksi damai, desakan publik, hingga kritik terbuka ditujukan kepada Bea Cukai dan pemerintah pusat. Namun suara rakyat seakan menjadi bisikan kosong yang tidak pernah sampai ke telinga penguasa. Aparat lebih memilih diam ketimbang membongkar jaringan besar yang selama ini mereka biarkan.

Pertanyaan besar pun muncul: apakah negara benar-benar kalah, atau memang sudah ada kompromi dengan mafia rokok ilegal? Sebab terlalu mustahil peredaran sebesar ini bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa perlindungan dari oknum-oknum berkuasa di negeri ini.

Sementara itu, kerugian bukan hanya dialami negara. Industri rokok legal pun luluh lantak. Perusahaan resmi secara perlahan bakal bangkrut dan terpaksa akan melakukan PHK massal karena produknya kalah bersaing di pasar dari rokok ilegal yang di jual bebas dan murah. Ribuan pekerja akan kehilangan pekerjaan, keluarga mereka terancam, dan ekonomi rakyat kecil pun hancur dan hidup terbelenggu kemiskinan.

Kondisi ini menimbulkan rasa muak di tengah masyarakat. Di satu sisi, negara selalu menekan rakyat dengan pajak, menaikkan harga kebutuhan, dan memaksa disiplin bayar pajak. Di sisi lain, negara justru gagal mempertahankan sumber penerimaan negara yang nyata-nyata dicuri oleh mafia rokok ilegal.

Apakah ini yang disebut negara hadir? Jika kejahatan ekonomi sebesar ini dibiarkan, maka yang hadir sesungguhnya hanyalah bayang-bayang negara yang lemah dan tunduk pada mafia. Masyarakat tentu berhak merasa ditipu oleh pemerintah yang hanya pandai berslogan, tetapi tidak mampu bertindak.

Pernyataan Menkeu yang tak digubris anak buahnya sendiri, jajaran Bea Cukai, memperlihatkan lemahnya kepemimpinan dalam struktur pemerintahan Prabowo Subianto. Jika ucapan seorang menteri saja bisa dianggap angin lalu, apa lagi yang bisa diharapkan dari aparat di lapangan? Mafia rokok di Tanjungpinang jelas sudah lebih berwibawa dibanding perintah negara.

Dalam situasi ini, publik tidak bisa disalahkan jika akhirnya menuntut Presiden Prabowo turun tangan langsung. Sebab, jika presiden pun abai, maka artinya negara benar-benar kalah total dari mafia. Hukum hanya tinggal simbol tanpa keberanian untuk ditegakkan.

Mafia rokok ilegal di Tanjungpinang tidak hanya mempermalukan hukum, tetapi juga mengoyak kedaulatan negara. Mereka menguasai jalur distribusi, mengendalikan pasar, bahkan membungkam aparat dengan cara mereka sendiri yang hingga kini belum terbongkar. Ini bukan lagi sekadar soal rokok, tetapi soal siapa yang lebih berkuasa: negara atau mafia.

Jika pemerintah pusat masih ragu bertindak, maka jangan heran bila masyarakat akhirnya kehilangan kepercayaan. Negara akan dianggap sekadar boneka, sementara kendali ekonomi sepenuhnya di tangan para mafia. Kehilangan kepercayaan publik adalah ancaman serius yang jauh lebih berbahaya daripada rokok ilegal itu sendiri.

Opini redaksi ini menegaskan negara tidak boleh tunduk terhadap mafia. Jika dibiarkan, bukan hanya uang rakyat yang dirampas, tetapi juga wibawa negara yang runtuh. Presiden, Menkeu, dan seluruh aparat penegak hukum harus membuktikan keberanian mereka melawan mafia rokok ilegal.

Jika tidak, sejarah akan mencatat bahwa negara memang benar-benar kalah dari kelompok mafia rokok ilegal di Tanjungpinang, yang sudah beroperasi selama sepuluh tahun terakhir, dengan nyaman mengeruk keuntungan pribadi dari pajak dan cukai rokok yang seharusnya diterima negara untuk biaya pembangunan.

suluhkepri.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *